Dalam kasus ulat tepung, reaksi Maillard ditemukan untuk membuat 98 senyawa volatil. Para peneliti mengambil sampel untuk memperbaiki rasio ulat tepung dengan gula, sampai akhirnya menciptakan bau seperti daging dihasilkan.						
					
						
						
							"Ini menandai pertama kalinya ulat tepung digunakan untuk menghasilkan rasa yang diinginkan," kata para peneliti.						
					
						
							
								
								
									Baca Juga:
									Pertunjukan "JIWA" Pecahkan Rekor 30.580 Pengunjung, Paviliun Indonesia Jadi Sorotan di Expo 2025 Osaka
								
								
									
										
	
									
								
							
						
						
							Temuan mereka akan berkontribusi pada pengembangan komersial perasa dan bumbu seperti daging dan gurih dan akan mendorong lebih banyak orang untuk mencoba serangga yang dapat dimakan.						
					
						
						
							Kearifan lokal						
					
						
						
							Mengkonsumsi serangga mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang. Namun hal ini umum dilakukan di beberapa wilayah dunia, terutama di Asia, Amerika Latin, dan Afrika. Masing-masing wilayah ini, memiliki kearifan lokal makanan serangga. Indonesia juga termasuk loh.						
					
						
							
								
								
									Baca Juga:
									Kemkomdigi Angkat Budaya dan Teknologi Indonesia di Paviliun Osaka Expo 2025
								
								
									
	
								
							
						
						
							Contohnya, masyarakat Papua sudah memiliki kebiasaan mengkonsumsi ulat sagu, bahkan dalam keadaan mentah. Kemudian di beberapa daerah di Pulau Jawa, serangga biasa dijadikan bermacam masakan.						
					
						
						
							Di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, belalang diolah dengan aneka bumbu penyedap lalu digoreng hingga kering. Tak hanya belalang, jangkrik juga kerap diolah menjadi camilan bercita rasa gurih.						
					
						
						
							Selain itu, di beberapa daerah lainnya di Indonesia, ada juga yang menyantap laron. Serangga ini sering diolah menjadi peyek, gorengan hingga oseng-oseng laron.