Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa tantangan pembangunan IKN tidak semata-mata berada di dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), tetapi juga dalam bagaimana wilayah-wilayah penyangga di sekelilingnya ditata sebagai bagian dari aglomerasi metropolitan Kalimantan Timur.
“Jangan sampai kita hanya fokus pada pusat, lalu lupa mengurus pinggiran. Konektivitas, akses air bersih, pendidikan, dan fasilitas dasar di luar KIPP harus dibangun seiring. IKN bukan pulau terpisah, ia adalah simpul dari ekosistem regional yang harus hidup dan terintegrasi,” tegasnya.
Baca Juga:
Berhasil Listriki 90 Persen Negaranya dari Tenaga Air, ALPERKLINAS Apresiasi Rencana Kerja Sama Indonesia–Tajikistan Bangun PLTA di Kalimantan
Tohom juga mengingatkan pentingnya partisipasi swasta dan akuntabilitas dalam skema investasi.
Dengan total nilai KPBU dan investasi murni yang mencapai lebih dari Rp 130 triliun, ia berharap ada sistem pengawasan yang kuat dan independen agar proyek tidak melenceng dari semangat keberlanjutan dan inklusivitas.
“Kita tidak ingin IKN menjadi ladang proyek para pemodal tanpa etika lingkungan atau tanpa kontribusi pada masyarakat sekitar. Harus ada garis tegas antara investasi sehat dan eksploitasi,” katanya.
Baca Juga:
Interkoneksi Jalan di Kawasan Otorita IKN Terus Dilanjutkan, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Rencana Pembangunan Tol Samarinda–Bontang Tahun 2028
Lebih jauh, Tohom mendorong agar seluruh elemen masyarakat, akademisi, tokoh lokal, LSM, hingga komunitas adat, dilibatkan aktif dalam diskusi dan pengawasan proyek.
“Pembangunan sebesar ini harus menjadi proyek bersama, bukan monopoli teknokrat,” ujarnya menutup pernyataan.
Sebelumnya, Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono menyampaikan bahwa tantangan utama dalam pembangunan bukan terletak pada konstruksi fisik, melainkan pada koordinasi antarinstansi serta pengawasan pelaksanaan di lapangan.