“Ketika negara seperti Pakistan menaruh kepercayaan dengan membangun sekolah internasional dan proyek perumahan, itu berarti mereka melihat potensi besar Nusantara sebagai kota masa depan yang terbuka dan inklusif,” kata Tohom.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menekankan bahwa keberhasilan IKN tidak hanya diukur dari nilai investasi yang masuk, tetapi dari sejauh mana pembangunan tersebut mampu menciptakan keseimbangan antara pusat pemerintahan, pusat bisnis, dan kawasan pemukiman rakyat.
Baca Juga:
Satu Tahun Prabowo-Gibran, Mesin Ekonomi Nasional Diklaim Melaju Stabil
“Konsep aglomerasi di IKN harus terintegrasi secara sosial, ekonomi, dan lingkungan. Jangan sampai IKN menjadi kota elitis yang hanya bisa dinikmati kelompok tertentu,” tegasnya.
Ia juga mendorong pemerintah melalui OIKN agar memastikan bahwa kerja sama investasi luar negeri tetap sejalan dengan prinsip kedaulatan ekonomi nasional.
“Investasi asing harus menjadi katalis pembangunan, bukan pengendali arah pembangunan. Kuncinya adalah tata kelola yang transparan, adil, dan berpihak pada rakyat,” tambah Tohom.
Baca Juga:
Retno Marsudi Ingatkan Dunia: Air Bukan Sekadar Komoditas, tapi Fondasi Kehidupan
Lebih jauh, Tohom menilai forum seperti Mahakam Investment Forum (MIF) 2025 merupakan langkah cerdas yang perlu digencarkan. Forum tersebut bukan hanya mempertemukan investor, tetapi juga memperlihatkan kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah investasi dunia.
“IKN harus menjadi etalase peradaban baru Indonesia. Dengan pendekatan terbuka dan profesional, kita bisa mengundang partisipasi dari negara manapun tanpa kehilangan kendali atas kedaulatan,” ujarnya.
Sebagai penutup, Tohom mengingatkan agar semangat kolaborasi internasional di IKN tidak sekadar bersifat seremonial.